Jumat, 28 Oktober 2011

Kata yang tak terucap



       Aku melihat namaku pada sembilan kertas yang sengaja tertempel di dinding. Ada banyak anak sedang melihatnya, begitu juga denganku. Kucari dengan teliti mulai dari kelas 7 A sampai E aku tidak berhasil menemukan namaku. Ku lihat pelan-pelan dan ku yakinkan namaku berada di kelas 7 F. Tanpa mengetahui kelasnya aku mencoba mencarinya. Aku berjalan seperti di lorong ada banyak kelas di sisi kananku, aku mencoba mendekat dan melihat papan di atas pintu kelas 7 A, B, C, D, E di lantai satu hanya ada kelas sampai E aku berfikir kelasku berada di lantai dua. Aku berputar dan menuju tangga, tangga terletak di sebelah kelas 7 A. Aku terkejut di lantai dua kelas 7 mulai dari G hingga I.
      “ dimana kelas 7 F ? ”tanyaku dan tiada orang yang mendengarnya.
      Tanpa pikir panjang aku turun ke lantai satu, ada teman SD ku yang menghampiriku.
      “ kamu kelas mana li ? “
      “ kelas 7 F, kamu dimana ? “
      “ sama aku juga di kelas 7 F, ngapain kamu ke atas kelasnya di bawah! “
      “ di bawah dimana nif ? “
      “ ayo bareng ma aku ke kelas “
      Kami berjalan melewati kelas yang sudah aku lewati terlebih dahulu, setelah 7 E dan sedikit berbelok di kiri lalu ke kanan dan aku menemukan kelas 7 F. Hanif pun tak memikirkan aku lagi dia langsung duduk sendiri tanpa menghiraukanku. Begitu juga denganku, aku mencari duduk sendiri. Aku melihat sekeliling kelasku “lumayan besar” geramku pelan.
      Aku terpilih menjadi wakil kelas dengan di pilih oleh teman-temanku. Aku memiliki wali kelas yang amat sangat membosankan, hampir setiap waktu dia selalu merias dirinya. Mungkin alat  make up nya sangat banyak. Menjabat sebagai wakil kelas tidak membuatku sombong, tetapi secara tidak langsung aku sedikit famous selain itu aku mudah bergaul dengan siapa pun.
      Pelajaran matematika yang menurutku pelajaran yang menakutkan, saat kelas 7 aku merasa bisa. Karena guru pengajarnya yang baik dan dia tau kondisiku bisa dibilang aku akrab denganya. Di bidang non academic atau kegiatan ekstrakulikuler di sekolah aku ikuti. Aku memilih ekstrakulikuler basket. Ya aku memilihnya mungkin aku ingin tinggi dan terkesan lebih waah dibandingkan ekstrakulikuler yang lainnya.
Teman kelasku Arvira Gusti atau yang lebih kusapa (phy) juga menggikuti ekstrakulikuler basket dan terkadang kami sering berlatih basket bersama. Tidak hanya kegiatan ekstrakulikuler terkadang saat jam istirahat kami pergi berdua ke kantin. Karena phy imut dan cantik banyak kakak kelas yang menyukainya. Contoh saja kakak Adit dia anak basket kelas 9. Tak lama mereka berpacaran. Phy memberitahuku bahwa mereka sudah berpacaran dan aku hanya tersenyum bahagia atau mungkin “iri” denganya.
      Semenjak phy berpacaran dengan kakak Adit, aku sering berada di dekat nongkrongan kakak Adit. Meskipun aku tidak kagok ke sana karena kami semua anak basket, walaupun begitu aku junior dan mereka senior. Kakak Adit terkadang bersikap aku seperti temanku sendiri dan tidak hanya itu pada saat kami ke kantin kak Adit membelikanku makanan dan itu semakin membuatku malu apalagi situ aku hanya menemani phy yang bertemu kak Adit.
      Semua siswa berhamburan meninggalkan kelas dan tak ku lupa aku meraih tasku di bangku dan phy menghampiriku, kami berjalan berdua sampai gerbang sekolah.
      “ pril, kamu tau anak basket yang namanya kak Ragil ? ”
      “ enggak phy, kenapa ? “
      “ enggak kenapa-napa tapii kayanya dia sukak deh sama kamu, waktu latihan                                                                                                                    basket deh aku beritahu anaknya. Kamu masak gag tau anaknya dia kan sedikit famous. “
      “ dia temannya kak Adit phy ? “
      “ yupps, anaknya ganteng kok dijamin. “
      Phy melambaikan tanganya dan dia pulang. Aku masih berada di gerbang sekolah dan masih tidak percaya yang dikatakan phy kepadaku. Kaget mendengarnya, tapi happy = ). Phy berhasil membuatku melamunkan kak Ragil dan membuat pipiku merah. Benarkah dia menyukaiku ? tanyaku dalam hati yang tak henti, lalu aku menjawab sendiri. Aku jelek, apa yang bagus dariku ? bukanya aku merendah tetapi itu kenyataan. Ada perasaan yang aneh saat aku selalu memikirkan kak Ragil.
       Hari minggu ada latihan basket, ini saatnya aku melihat kak Ragil.
      “ itu yang namanya kak Ragil, gantengkan ? “
      Phy menunjukan jarinya ke arah lapangan dan kak Ragil yang sedang memainkan bola basketnya sendirian, memantulkan ketanah berulang-ulang kali.
      “ itu phy ? iya ganteng “ 
      Phy berhasil membuat pipiku merah untuk kedua kalinya.
      Pemanasaan dimulai semua anggota melakukanya, tak terkecuali kak Ragil. Mengelilingi lapangan yang sangat luas. Empat kali kami memutarinya dan saat itu pukul 15.00 WIB ya tentu saja panas. Setelah pemanasaan pelatih memberikan latihan ringan yaitu bermain basket untuk siswi dan siswa hanya melihat dan ada yang sebagai wasit.
      Udara yang panas, debu, keringat bercampur menjadi satu di permainan basket ku dan teman-teman. Aku sangat bersemangat sampai-sampai aku jatuh tersungkur dan membuat sedikit luka di lutut kanan kiriku. Aku tidak bisa meneruskan permainan. Aku beristirahat di tempat yang teduh dan membersihkan lukaku dengan air mineral. Tak kusangka kak Ragil menghampiriku, dia duduk tepat 5 jengkal di sebelah kananku. Kami diam tanpa kata, mata kami hanya tertuju pada pertandingan. Phy yang tidak ikut bermain dengan kak Adit jalan di depan ku dan Ragil. Phy dan kak Adit berkata, 
      “ hem, malu-malu rek. Uda jangan jaim semua. “
      Mereka membuat Ragil malu begitu juga aku, tanpa apapun kak Ragil berdiri yang awalnya duduk bersebelahan denganku. Dia sedikit melihat wajahku, aku ntak memalingkan wajahku dan aku hanya tersenyum. Bukan tersenyum kepadanya tetapi ke arah phy dan kak Adit.
      Latihan basket di akhiri alhasil kakiku sedikit pincang karena pertandingan tadi, aku memutuskan untuk pulang sendiri tanpa di temani orang lain. Ada seorang seniorku membujukku untuk pulang bersamanya tetapi aku menolaknya dengan halus. Saat aku meninggalkan gerbang sekolah aku melihat wajah kak Ragil yang menatapku. Kami saling menatap mata untuk sesaat, dan aku melihat sedikit rasa cemas dimatanya. Setelah kurasa aku beberapa meter meninggalkan sekolah kulihat dari kaca spion montorku dan aku tak melihat montor kak Ragil.
      Setelah kejadian kami saling duduk bersama dan kami bisu tanpa kata yang terucap di mulut kami. Aku sering melihat kak Ragil, terkadang kami bertatapan mata untuk kesekian kalinya dan aku mencoba memalingkan wajahku.
      Aku tak tahu mulai dari kediamanku atau kami tidak saling cocok. Aku merasa kak Ragil sedikit menjauh dariku. Meskipun saat latihan basket, dia terlihat sedikit berbeda di mataku. Yang terlihat menonjol adalah raut wajahnya kepadaku, tingkah lakunya. Entah kabar darimana berasal dugaanku selama ini benar. Ya kak Ragil tiba-tiba mempunyai kekasih. Hanya sedikit menusuk di hatiku mengetahui hal yang membuat kak Ragil bahagia tak begitu bahagia untuk ku.

End ..

4 komentar:

my story